[Lzoonie] : Industri multifinance berharap rencana Bank Indonesia untuk menaikkan uang muka di sektor pembiayaan dapat menekan tingkat persaingan agar lebih terkendali.
Selain itu. industri pembiayaan dapat memahami wacana Bank Indonesia untuk menaikkan uang muka di sektor pembiayaan untuk menghindari potensi bubble kredit konsumtif.
Stanley Setia Atmadja, Direktur Utama PT Adira Dinamika Multifinance Tbk, mengatakan selama kenaikan uang muka {down payment/DP) tersebut tidak terlalu tinggi, maka dampaknya justru positif bagi industri.
"Memang ada dampak positif dan negatifnya. Tetapi saya melihal lebih banyak dampak positifnya. Persaingan (antarsesama perusahaan multifinance! akanlebih terkendali." katanya.
Dia menuturkan rerata uang muka pembiayaan konsumtif saat ini bervariasi bergantung pada perusahaan. Namun, dia menilai tingkat rerata uang muka I0%-20% dari nilai barang cukup ideal sekaligus tidak memberatkan perusahaan pembiayaan.
Dia beralasan pihaknya telah menetapkan kebijakan uang muka 10%-20% dari nilai barang dan sampai sejauh ini belum terjadi masalah dalam penyelesaian pembiayaan.
"DP itu kan untuk menutupi nilai jual dan agar orang benar-benar serius dalam mengajukan pinjaman, bukan untuk main-main dengan mengajukan pinjaman untuk masa pakai sebulan atau 2 bulan." ujarnya. Anta Winarta, Direktur Utama PT Bess Finance, menilai uang muka 20% masih wajar dantidak akan menekan sektor industri.
"Kami tidak akan kena (ketentuan uang muka minimal] karena rerata uang muka saat ini 30%-40%. Akan tetapi, kalau BI akan menaikkan uang muka kredit sampai setidaknya 20%, itu masih wajar dan tidak memberatkan industri," ujarnya.
Sebelumnya, Direktur ANJ Finance Danusubroto Sugiarto menyatakan tidak keberatan dengan adanya wacana peningkatan DP dari BI yang mengkhawatirkan minimnya tingkat DP di sektor pembiayaan.
Namun menurut dia kenaikan tersebut sebaiknya dilakukan secara seragam sehingga tidak terjadi perbedaan dengan perusahaan pembiayaan lain.
"Kami tidak keberatan, asal naik secara seragam sehingga persaingan di antara perusahaan pembiayaan sehat." ujarnya.
Bank Indonesia membuka pe-luang untuk meningkatkan uang muka karena khawatir lerhadap minimnya tingkat DP di sektor pembiayaan yang ma yoritas sumber pendanaan dari pinjaman perbankan.
Rasio pinjaman
Menurut Kepala Biro Humas BI Difi A Djohansjah, wacana menaikkan rasio pinjaman terhadap agunan {loan to ratio value) untuk mengendalikan penyaluran kredit konsumsi.
"Tujuannya agar penyaluran kredit ini tidak berbahaya. Ini untuk melindungi perbankan juga agar jangan sampai terjadi kredit macet," ujarnya.
Namun begitu, lanjutnya, bank sentral belum berencana menerapkan wacana tersebut dalam waktu dekat. Dia melanjutkan hal itu akan digunakan jika pertumbuhan pinjaman dinilai sudah mengganggu perekonomian.
"Kami hanya khawatir kredit tumbuh lebih tinggi dari kemampuan sehingga memberatkan ke perbankan. Sekarang belum akan dilakukan, upi arah kami memang ke sana," ujarnya.
Belum lama ini Deputi Gubernur BI Hartadi A Sarwono menyatakan kekhawatirannya soal cepatnya pertumbuhan sektor otomotif di Indonesia yang didorong pembiayaan oleh perbankan dan multifinance.
Hartadi menilai ada potensi penggelembungan (bubble), terutama pada sektor otomotif dan properti, yang merupakan sektor dengan pertumbuhan sangat cepat pada fase pemulihan.
"Otomotif saat ini sudah kelihatan [bubble). Sektor properti tidak terlalu berpotensi tetapi perlu diwaspadi. Untuk hindari bubble, bank sentral akan membuat kebijakan untuk menaikkan uang muka kredit kendaraan bermotor." ujarnya. (LZ)
0 komentar:
Posting Komentar