- TIADA KEBAHAGIAN YANG PALING INDAH, SELAIN KEINDAHAN BERBAGI DAN BERMANFAAT BAGI SESAMA - THE MOST BEAUTIFUL THINGS OF HAPPINESS, EXCEPT BEAUTY OF SHARE AND USEFUL FOR OTHERS, WARM REGARDS : ELJUNI EDIN GIRSANG, FACEBOOK : http://www.facebook.com/eljuni.girsang, MYSPACE : http://www.myspace.com/eljuni.girsang, TWITTER : http://www.twitter.com/ELJUNI_EG, YOUTUBE CANAL : http://www.youtube.com/TheEljuni -

Kamis, 10 November 2011

OTORITAS JASA KEUANGAN Terbentuk, Para Asosiasiawan Dan Pelaku/Entrepreneur Industri Keuangan Waspadai Masuknya “OKNUM” Dalam OJK.

[Lzoonie] :Pemerintah dan pelaku perbankan dan sektor keuangan perlu mewaspadai masuknya ”OKNUM” ke OJK. Para asosiasi dan para pelaku industri keuangan perlu saling mendukung untuk menyelamatkan OJK dari ”OKNUM-OKNUM” yang hanya mengutamakan kepentingan.

Setelah cukup lama terkatung-katung, persoalan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhirnya tuntas dengan diputuskannya persoalan tersebut dalam rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Artinya, pengawasan bank dan lembaga keuangan nonbank resmi berada di bawah OJK.

Hanya saja masa beroperasinya berbeda. OJK yang merupakan hasil peleburan dari Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam-LK) akan efektif beroperasi pada 2013, 
sementara Bank Indonesia atau BI (perbankan) pada 2014. Kabar tentang akan dibentuknya OJK itu ternyata membuat bimbang karyawan BI, ikut BI atau ikut OJK.

Selama ini tarik-ulur masalah pengawasan perbankan antara BI dan OJK memang terasa amat kuat. Bahkan, ada kecenderungan masing-masing saling bertahan dengan prinsip masing-masing lewat berbagai macam argumentasi. Banyak studi kasus dan berbagai kajian yang dilakukan ekonom independen maupun yang pesanan. Namun, sudah menjadi amanat undang-undang (UU) BI bahwa pengawasan bank harus sudah diserahkan kepada OJK per Desember 2011.

Pembahasan rancangan undang-undang (RUU) OJK yang memakan waktu lama hingga ada perpanjangan waktu menimbulkan banyak pertanyaan. Apakah OJK akan benar-benar disahkan sebagai lembaga pengawasan menggantikan BI dan Bapepam-LK? Banyak isu yang beredar dan banyak kepentingan tentunya.

Salah satu tarik-menarik yang paling menonjol adalah soal pejabat dan jumlah pejabat eksekutif OJK. Dalam rancangan ditetapkan tujuh orang, tapi kemudian berubah menjadi sembilan orang. DPR menginginkan semua pejabat eksekutif OJK harus dipilih oleh DPR. Namun, pemerintah keberatan atas usul bahwa pejabat eksekutif dipilih oleh DPR secara langsung.

Alasan pemerintah masuk akal. Untuk lembaga sekelas OJK dibutuhkan sosok yang mempunyai integritas, kapabilitas, dan sekaligus tidak terafiliasi politik tertentu. Sementara, alasan DPR RI, jika pejabat eksekutif OJK ditunjuk oleh presiden, ditakutkan tidak independen, kendati DPR memahami jika presiden itu representatif dari kepala negara.

Politik itu kompromi. Akhirnya jumlah pejabat eksekutif ditetapkan sebanyak sembilan orang, dua di antaranya adalah ex-officio dan proses pencalonannya lewat panitia seleksi. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi politik dagang sapi dalam proses pemilihan.

Pengalaman selama ini, para pejabat atau ketua komisi merupakan orang politik, kecuali yang terjadi di BI yang hampir semua deputinya berasal dari BI. Jadi, wajar saja jika pemerintah tidak menghendaki pemilihan berada di tangan DPR RI semata.

Selama ini yang terdengar di pasar adalah para bos partai mulai mengincar posisi ketua OJK. Bahkan, para bandar mulai menjagokan pilihannya. Kenyataan ini sangat berbahaya jika yang duduk di posisi tersebut benar-benar ”boneka” dari pengusaha atau pemilik bank atau bos partai.

Untuk itu, yang perlu diberi catatan dalam menyongsong OJK ini, pertama, adalah apakah pengawasan perbankan oleh OJK atau oleh sebuah bank sentral ada kaitannya dengan krisis atau tidak. Artinya, apakah dengan OJK atau bank sentral krisis tetap bisa datang. Banyak negara yang menggunakan OJK juga terkena krisis, dan yang menggunakan bank sentral sebagai pengawas perbankan juga bisa terkena krisis.

Kedua, jika OJK atau bank sentral bukan jaminan dapat menahan krisis, maka salah satu yang terpenting adalah bagaimana protokol krisis bisa berjalan dengan baik. Bagaimana sebuah sistem jaring pengaman sektor keuangan (JPSK) bisa berjalan. Jadi, tak ada alasan untuk tidak segera menerbitkan JPSK, sehingga jika terjadi krisis, lembaga apa melakukan apa dan bagaimana penanganannya dengat cepat tanpa harus menunggu sampai krisis masuk.

Ketiga, memilih pejabat eksekutif OJK. Jika melihat luas pasar industri keuangan, maka sektor perbankan merupakan yang paling besar menguasai industri keuangan dengan pangsa pasar 83% dari seluruh pasar perbankan. Kenyataan ini tentu memberi sinyal bahwa sektor perbankan merupakan sektor yang perlu menjadi prioritas. Tentu untuk ketua OJK diperlukan kemampuan dalam menangani perbankan, apakah pejabat karier BI atau komersial bank.

Pejabat eksekutif ataupun ketua OJK paling tidak merupakan orang-orang yang mempunyai integritas, kapabilitas, dan profesional dengan jam terbang yang tinggi serta dapat diterima pasar. Mencari figur yang memiliki integritas, kapabilitas, profesional, dan berpengalaman bukan pekerjaan gampang. Seperti pemilihan ketua-ketua komisi, jarang ada figur yang lengkap kriterianya mendaftar untuk menjadi ketua.

Kenyataan itu bisa saja terjadi pada pemilihan ketua OJK, yang sekarang sudah beredar nama-nama dengan minim pengalaman tapi didukung oleh partai dan ketua partai serta para konglomerat. Jika hal ini terjadi, maka ketua OJK merupakan boneka partai atau boneka konglomerat.

Hal itu tidak bisa dibiarkan. Karena itu, para asosiasi, seperti :
  • Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas), 
  • Ikatan Bankir Indonesia (IBI), 
  • Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), 
  • Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), 
  • Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), 
  • Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI), 
dan pejabat bank serta BI perlu menyelamatkan OJK dari tangan-tangan yang tersembunyi di balik pemilihan ketua OJK oleh DPR RI yang bernuansa politik.

Pemerintah dan para pelaku perbankan dan sektor keuangan perlu mewaspadai masuknya ”OKNUM” ke tubuh OJK. Tidak ada salahnya panitia perlu melakukan uji publik atas kemampuan sang calon. Para asosiasi dan para pelaku industri keuangan perlu saling mendukung untuk menyelamatkan OJK dari ”OKNUM-OKNUM” yang hanya mengutamakan kepentingan.

Bagaimanapun, pengawasan perbankan dan sektor keuangan menjadi sangat penting untuk dijaga kredibilitasnya. Jangan sampai orang-orangnya bisa dibeli atau merasa punya utang budi terhadap sponsornya.

Jika demikian, maka OJK akan menambah daftar politisasi terhadap berbagai lembaga publik. Bukannya tidak percaya terhadap lembaga publik yang ada sekarang ini, yang pasti mewaspadai dan mengawal OJK menjadi lembaga yang kredibel sangat mutlak dikedepankan. (Lz)



0 komentar:

Posting Komentar

Teamwork Quotes

SHARING DOCUMENT

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More