- TIADA KEBAHAGIAN YANG PALING INDAH, SELAIN KEINDAHAN BERBAGI DAN BERMANFAAT BAGI SESAMA - THE MOST BEAUTIFUL THINGS OF HAPPINESS, EXCEPT BEAUTY OF SHARE AND USEFUL FOR OTHERS, WARM REGARDS : ELJUNI EDIN GIRSANG, FACEBOOK : http://www.facebook.com/eljuni.girsang, MYSPACE : http://www.myspace.com/eljuni.girsang, TWITTER : http://www.twitter.com/ELJUNI_EG, YOUTUBE CANAL : http://www.youtube.com/TheEljuni -

Jumat, 28 Januari 2011

2011, Perbankan Nasional Masih Jadi Lahan Subur (perusahaan multifinance yang jadi mitra sekaligus seterunya perbankan)


(Lzoonie): Kemampuan BI mempertahankan suku bunga acuan (BI rate) 6,5% selama 18 bulan sejak Agustus 2009 dengan segala kelebihan dan kekurangannya merupakan kisah sukses tersendiri. Dalam 2011 ini, pentas perbankan nasional akan ditentukan oleh kebijakan bank sentral yang akan berlaku selama triwulan pertama tahun ini.

Ada dua kebijakan yang akan memengaruhi kinerja perbankan pada 2011 ini, yakni pertama, kebijakan giro wajib minimum (GWM) yang mulai berlaku Maret 2011, dan kedua, kewajiban mengumumkan tingkat suku bunga dasar kredit (SBDK) atau prime lending rate, yang mulai awal Januari 2011.

Adanya beragam tanggapan dari kalangan perbankan tentang pelaksanaan kebijakan Bank Indonesia tersebut menunjukkan bahwa usaha bank sentral untuk meningkatkan peran intermediasi bukan hal yang mudah. Bank sentral sepertinya harus bersabar dengan berbagai kebijakannya itu.

Jika kebijakan tersebut di atas dilaksanakan dengan baik oleh bank pelaksana, itu berarti penyaluran kredit akan naik pesat dan peran intermediasi bank pun meningkat. Tapi, apakah tujuan dan sasaran dari kebijakan ini tercapai atau tidak, ini sangat tergantung pada 120 bank pelaksana yang per September 2010 telah me- nyalurkan kredit Rp 1.708 triliun ke dunia usaha, naik 23% melebihi target bank sentral 22%.

Di sisi lain, ini akan membuktikan apakah aturan yang ditetapkan oleh wasit (bank sentral) dipatuhi oleh para pemain (bank pelaksana) ataukah sebaliknya. Test case tersendiri bagi bank sentral yang sudah menjadi kisah klasik antara pemain dengan wasit, apalagi eksistensi wasitnya sedang dibicarakan (pasca-Otoritas Jasa Keuangan/OJK).

Profitabilitas Tinggi
Dengan asumsi positif bahwa bank akan patuh mengumumkan SBDK maka secara tak langsung hal itu akan memaksa dan mendorong sesame bank untuk menurunkan bunga kreditnya ke debitor. Hal ini tentu akan berdampak pada naiknya penyaluran kredit baru. Apalagi per September 2010, kredit mubazir atau undisbursed loan, yaitu kredit yang sudah disetujui tapi belum digunakan mencapai Rp 771 triliun. Ini masih ditambah dengan pengenaan GWM pada loan to deposit ratio (LDR) menjadi 78% yang juga akan memaksa bank untuk menyalurkan kredit.

Masalahnya, ke sektor mana kredit akan disalurkan? Ke sektor manufaktur, perkebunan, pertanian, jasa, pertambangan, ataukah ke sector konsumsi? Dengan aturan penyaluran kredit yang berlaku umum, akan ada ketimpangan antarsektor dalam penilaian proyek.

Oleh sebab itu, perlu ada pendekatan baru, yakni aturan penyaluran kelayakan kredit secara sektoral. Ini karena profil industri atau sektor setiap usaha berbeda, entah menyangkut bahan baku, mekanisme produksi, sifat pasar lokal maupun ekspor dan faktor-faktor lainnya. Sektor pertambangan jelas berbeda dengan perkebunan, berbeda pula dengan perikanan, otomotif, industri kecil atau pelayaran.

Bunga kredit yang rendah akan mendorong pembiayaan oleh perusahaan multifinance yang mayoritas fokus ke sektor konsumsi. Dengan demikian, perusahaan multifinance yang jadi mitra sekaligus seterunya perbankan akan semakin aktif.

Kemudian, terkait dengan revisi Arsitektur Perbankan Indonesia (API) setelah enam tahun berjalan. Karena peta moneter dan perbankan global telah mengalami perubahan strategis, hal itu pasti memengaruhi tata kelola perbankan global. Bank for International Settlement (BIS), bank sentralnya bank dunia, terus merevisi protokol.

Menurut rencana, pada 2011 akan direvisi Basel III setelah revisi Oktober 2006, dua tahun setelah Bank Indonesia menjalankan API. API menargetkan paling lambat pada 2019, Indonesia sudah memiliki dua atau tiga bank berskala internasional dengan modal di atas Rp 50 triliun, juga punya tiga atau lima bank nasional bermodal Rp 10-50 triliun, dan punya 30-50 bank fokus bermodal di bawah Rp 10 triliun.

Dampak lain dari turunnya bunga kredit adalah potensi turunnya bunga deposito yang akan menurunkan biaya dana dan operasional perbankan dan menurunkan net interest margin (NIM) yang selama ini tertinggi di negara-negara Asia Tenggara (Asean).

Tapi, potensi turunnya NIM ini tidak akan menurunkan kinerja atau daya tarik perbankan nasional. Bagaimanapun perbankan Indonesia masih jadi lahan subur dan menguntungkan bagai para pemain. Profitabilitas perbankan kita masih tinggi.

Gairahkan Bursa Saham
Dari survei Global Financial Stability Report (IMF, April 2010) diketahui, return on assets (ROA) perbankan Indonesia tahun 2009 tercatat sebesar 2,6%, tertinggi di Asean mengalahkan Singapura 1,1% dan juga lebih tinggi dari Jepang 0,2%, Inggris -0,1%, Amerika Serikat 0,1 dan Tiongkok 1,1%.

Ini juga terjadi untuk return on equity (ROE), di mana Indonesia sebesar 3,9%, tertinggi di Asean, mengalahkan Inggris 1,1% dan Malaysia 13%. Hal ini tentu saja lebih banyak menguntungkan bank asing dan menjadi pilihan investasi yang baik bagi mereka. Maka, tidak heran apabila banyak investor asing masuk Indonesia, baik lewat pendirian bank baru atau akuisisi.

Turunnya bunga deposito selanjutnya akan mendorong investor pemilik dana untuk mencari lahan investasi yang lebih menarik. Pilihan utama adalah bursa saham. Akhirnya terjadi peralihan dana dari saving society ke investment society,yang diperkirakan bisa menggairahkan bursa saham, dan pada 2011 akan dibanjiri calon 11 emiten baru BUMN besar. Sumber pendanaan bagi dunia usaha semakin banyak.



0 komentar:

Posting Komentar

Teamwork Quotes

SHARING DOCUMENT

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More